2. Latar Belakang
Dunia pendidikan dewasa ini tengah mendapat sorotan yang sangat tajam berkaitan dengan tuntutan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu sumber daya manusia yang mampu ”hidup” di abad ke-21 (Degeng, 2001:1). Pendidikan sebagai sumber daya insani sepatutnyalah mendapat perhatian secara terus menerus dalam upaya peningkatan mutunya. Peningkatan mutu pendidikan berarti pula peningkatan kualitas sumber daya manusia. Untuk itu perlu dilakukan pembaruan dalam bidang pendidikan dari waktu ke waktu tanpa henti. Pelaksanaan pembaruan dalam hal ini hendaknya memperhatikan metafora John F. Kennedy yang dikutip oleh Colling (dalam Suyanto, 2003:3), yaitu ”Change is a way of life. Those who look to the past or present will miss the future”. Metafora tersebut pantas diterjemahkan dalam kepentingan reformasi pendidikan kita harus tetap berpegang pada tantangan masa depan yang penuh dengan persaingan global.
Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, maka peningkatan mutu pendidikan suatu hal yang sangat penting bagi pembangunan berkelanjutan di segala aspek kehidupan manusia. Sistem pendidikan nasional senantiasa harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi baik di tingkat lokal, nasional, maupun global (Mulyasa, 2006:4).
Seiring perkembangan masyarakat yang ditandai oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, tuntutan adanya kurikulum yang sesuai dengan zamannya menjadi relevan (Suparno, 2002:69). Menjawab tuntutan tersebut pemerintah telah menyempurnakan kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2004 atau kurikulum Berbasis kompetensi (KBK). Bahkan, sekarang KBK sudah semakin disempurnakan dengan diterapkannya kurikulum 2006 yang lebih dikenal dengan KTSP. KTSP merupakan singkatan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik (Mulyasa, 2006:8).
Matematika selain sebagai salah satu bidang ilmu dalam dunia pendidikan juga merupakan salah satu bidang studi yang sangat penting, baik bagi peserta didik maupun bagi pengembangan bidang keilmuan yang lain. Kedudukan matematika dalam dunia pendidikan sangat besar manfaatnya karena matematika adalah alat dalam pendidikan perkembangan dan kecerdasan akal.
Salah satu masalah dalam pembelajaran matematika di SMP adalah rendahnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika yang dikemas dalam bentuk soal yang lebih menekankan pada pemahaman dan penguasaan konsep suatu pokok bahasan tertentu. Sebagaimana mengacu pada pedoman penilaian Puskur-PLP (2004), penilaian hasil belajar matematika siswa meliputi 3 aspek yaitu: pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, dan pemecahan masalah. Kemampuan siswa yang rendah dalam aspek penguasaan konsep merupakan hal penting yang harus ditindaklanjuti.
Kasus seperti ini juga merupakan fenomena yang terjadi di SMP Negeri 2 Moramo Kabupaten Konawe selatan. Pada saat melakukan studi awal di SMP tersebut tepatnya tanggal 28 November 2007, diperoleh informasi dari guru matematika bahwa dalam proses pembelajaran matematika masih banyak ditemui permasalahan. Salah satu masalah yang sering dihadapi adalah pada pembelajaran Pokok Bahasan Operasi Bilangan Berpangkat siswa kelas IX semester II, dimana siswa kurang memahami sejumlah fakta-fakta matematika berupa rumus-rumus untuk menyelesaikan soal-soal pada Operasi Bilangan Berpangkat. Hal ini ditandai dengan banyaknya kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal-soal pada pokok bahasan tersebut, siswa terkadang salah dalam memilih rumus yang sesuai dengan soal yang mereka hadapi, misalnya ketika siswa dihadapkan pada soal: 42 x 44 = …, mereka terkadang menjawab: 42 x 44 = 48. Hal ini mengakibatkan rendahnya nilai matematika siswa kelas IX SMP Negeri 2 Moramo.
Operasi Bilangan Berpangkat merupakan salah satu materi penting yang terdapat dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SMP. Hal ini dikarenakan Pokok Bahasan Operasi Bilangan Berpangkat merupakan dasar bagi siswa dalam mempelajari fungsi eksponensial. Mengingat hal tersebut, maka penguasaan materi Operasi Bilangan Berpangkat bagi siswa menjadi suatu keharusan.
Berdasarkan akar permasalahan yang dikemukakan diatas, maka perlu dicarikan solusinya sehingga oleh peneliti dipandang perlu melakukan suatu penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk menerapkan pendekatan Reciprocal Teaching dalam pembelajaran, guna meningkatkan pemahaman siswa tentang konsep Operasi Bilangan Berpangkat, melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran, dan mendorong pembelajaran mandiri yang berpusat pada siswa dan guru hanya sebagai fasilitator. selama ini kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa pembelajaran bilangan berpangkat hanya disampaikan dengan cara langsung yaitu diberikan sejumlah rumus, lalu siswa mengerjakan sejumlah soal dengan menggunakan rumus-rumus tersebut.
Reciprocal Teaching adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menerapkan empat strategi pemahaman mandiri, yaitu menyimpulkan bahan ajar, menyusun pertanyaan dan menyelesaikannya, menjelaskan kembali pengetahuan yang telah diperolehnya, kemudian memprediksikan pertanyaan selanjutnya dari persoalan yang disodorkan kepada siswa. Manfaatnya adalah dapat meningkatkan antusias siswa dalam pembelajaran karena siswa dituntut untuk aktif berdiskusi dan menjelaskan hasil pekerjaannya dengan baik sehingga penguasaan konsep suatu pokok bahasan matematika dapat dicapai. Diharapkan dengan pendekatan ini siswa tidak hanya akan menghafalkan sejumlah rumus-rumus pada pokok bahasan Operasi Bilangan Berpangkat, tetapi juga memahami konsep-konsep dari rumus tersebut sebagai hasil dari proses berfikir mereka setelah siswa melihat beberapa contoh soal,yang dapat digunakan dalam menyelesaikan soal-soal pada pokok bahasan Operasi Bilangan Berpangkat, mengulanginya dan memprediksi kemungkinan soal yang lebih sulit yang akan diberikan guru diwaktu-waktu selanjutnya.
Untuk memecahkan permasalahan diatas, maka melalui diskusi dengan guru yang mengajar matematika di kelas IX SMP Negeri 2 Moramo, disepakati untuk menggunakan pendekatan Reciprocal Teaching sebagai salah satu alternatif pemecahan masalah yang ditawarkan peneliti untuk meningkatkan penguasaan konsep matematika siswa dan akan dilakukan melalui model penelitian tindakan kelas dengan rumusan judul: “Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Reciprocal Teaching Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Operasi Bilangan Berpangkat Siswa Kelas IX-A SMP Negeri 2 Moramo”.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Apakah melalui pendekatan Reciprocal Teaching, penguasaan konsep Operasi Bilangan Berpangkat siswa kelas IX-A SMP N 2 Moramo dapat ditingkatkan?”
3. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan penguasaan konsep Operasi Bilangan Berpangkat siswa kelas IX-A SMP Negeri 2 Moramo melalui pendekatan Reciprocal Teaching.
3. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
1. Bagi siswa yaitu dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan konsep dalam belajar matematika pada operasi bilangan berpangkat.
2. Bagi guru yaitu melalui penelitian ini guru dapat mengetahui pendekatan pembelajaran yang dapat memperbaiki dan meningkatkan pembelajaran di kelas sehingga permasalahan yang dihadapi oleh siswa maupun oleh guru dapat dikurangi.
3. Bagi sekolah yaitu melalui penelitian ini prestasi belajar matematika dapat ditingkatkan. Selain itu, hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan yang baik pada sekolah dalam rangka perbaikan pembelajaran matematika.
4. Bagi peneliti yaitu melalui penelitian tindakan kelas ini dapat diketahui secara langsung permasalahan pembelajaran matematika yang ada di kelas, khususnya dalam hal meningkatkan penguasaan konsep matematika siswa. Selain itu, dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam penelitian tindakan kelas.
3. Kajian Pustaka
1. Proses Belajar Mengajar Matematika
Pengertian proses belajar mengajar matematika dapat diketahui dengan menguraikan istilah proses, belajar, mengajar dan matematika. Proses diartikan sebagai suatu interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama lain saling berhubungan (interdependent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan (Usman, 2000:5).
Kegiatan belajar merupakan hal penting yang paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan. Hal ini mengandung arti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar mengajar yang dialami oleh siswa.
Slameto (1988:2) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Crow dan crow (dalam Roestiyah, 1989: 8) menyatakan seseorang dikatakan mengalami proses belajar jika ada perubahan dari tidak tahu menjadi tahu dalam menguasai ilmu pengetahuan. Sedangkan Roestiyah (1989: 8) mengemukakan bahwa belajar adalah proses aktivitas yang dapat membawa perubahan pada individu. Kemudian Slameto (1995: 2) menambahkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Sudjana (2000: 28) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pemahaman, pengetahuan, sikap dan tingkah lakunya, daya penerimaan dan lain-lain aspek yang ada pada individu siswa.
Dari uraian di atas, kata kunci dari defenisi belajar adalah perubahan tingkah laku. Perubahan yang disadari sehingga mengakibatkan bertambahnya pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang diperoleh dari interaksi individu dengan lingkungannya.
Mengajar merupakan usaha guru untuk menciptakan kondisi-kondisi atau mengatur lingkungan sedemikian rupa, sehingga terjadi interaksi antara murid dengan lingkungan, termasuk guru, alat pelajaran, dan sebagainya yang disebut proses belajar, sehingga tercapai tujuan pelajaran yang telah ditentukan. Adapun definisi lain di negara-negara yang sudah maju mengatakan bahwa mengajar adalah bimbingan kepada siswa dalam proses belajar. Definisi ini menunjukkan bahwa yang aktif adalah siswa, yang mengalami proses belajar. Sedangkan guru hanya membimbing, menunjukkan jalan dengan memperhitungkan kepribadian siswa. Kesempatan untuk berbuat dan aktif berpikir lebih banyak diberikan kepada siswa (Slameto,1995: 30).
Hamalik (2001: 44) mengemukakan bahwa mengajar adalah menyampaikan pengetahuan kepada siswa didik atau murid sekolah. Rooijakers (199: 1) mendefinisikan mengajar sebagai Penyampaian pengetahuan kepada siswa dan harus terjadi suatu proses yaitu proses belajar.
Jadi, mengajar tidak hanya menyampaikan bahan pelajaran, tetapi yang lebih penting adalah memberikan bantuan dan bimbingan kepada siswa dalam aktivitas belajarnya.
Matematika berasal dari bahasa latin ”manhenern” atau ”mathema” yang berarti belajar atau hal yang harus dipelajari, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut ”wiskunde” atau ilmu pasti yang berkaitan dengan penalaran. Matematika merupakan pelajaran yang memerlukan pemusatan pemikiran untuk mengingat dan mengenal kembali semua aturan-aturan yang ada yang harus dipenuhi untuk menguasai materi yang dipelajari (Hamzah, 2000:60).
Menurut Hudoyo (1988: 3) bahwa matematika itu berkenaan dengan ide-ide (gagasan-gagasan), struktur-struktur dan hubungan-hubungan yang diatur secara logik sehingga matematika itu berkaitan dengan konsep-konsep abstrak. Karena matematika berkenaan dengan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol itu tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif, maka konsep-konsep matematika harus dipahami lebih dahulu sebelum manipulasi simbol-simbol itu.
Materi matematika disusun secara teratur dalam urutan yang logis (hirarkis) dalam arti bahwa suatu topik matematika akan merupakan prasyarat bagi topik berikutnya. Karena itu untuk mempelajari suatu topik matematika yang baru pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar matematika tersebut. Karena kehirarkisan matematika, Hudoyo (1988: 4) menyatakan bahwa belajar matematika yang terputus-putus akan mengganggu terjadinya proses belajar. Ini berarti bahwa belajar matematika akan terjadi dengan lancar bila belajar itu sendiri dilakukan secara kontinu.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar matematika adalah proses belajar mengajar yang melibatkan guru dan siswa, dimana perubahan tingkah laku siswa diarahkan pada pemahaman konsep matematika yang mengantarkan siswa berpikir secara sistematis, dan guru dalam mengajar harus pandai mencari pendekatan pembelajaran yang tepat sehingga dapat membantu siswa dalam aktivitas belajarnya.
2. Pendekatan Reciprocal Teaching
Reciprocal Teaching adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menerapkan empat strategi pemahaman mandiri, yaitu menyimpulkan bahan ajar, menyusun pertanyaan dan menyelesaikannya, menjelaskan kembali pengetahuan yang telah diperolehnya, kemudian memprediksikan pertanyaan selanjutnya dari persoalan yang disodorkan kepada siswa (http://digilib.upi.edu/).
Palincsar (1986) describes the concept of reciprocal teaching: Reciprocal teaching refers to an instructional activity that takes place in the form of a dialogue between teachers and students regarding segments of text. The dialogue is structured by the use of four strategies: summarizing, question generating, clarifying, and predicting. The teacher and students take turns assuming the role of teacher in leading this dialogue (http://www.ncrel.org).
Konsep di atas, menjelaskan tentang penerapan empat strategi pemahaman dalam pendekatan Reciprocal Teaching yaitu: merangkum (meringkas) atau menyimpulkan, menyusun dan menyelesaikan, menjelaskan kembali, dan memprediksi pertanyaan.
Menurut Palincsar dan Brown seperti yang dikutip oleh Slavin (1997) bahwa strategi reciprocal teaching adalah pendekatan konstruktivis yang didasarkan pada prinsip-prinsip membuat pertanyaan, mengajarkan keterampilan metakognitif melalui pengajaran, dan pemodelan oleh guru untuk meningkatkan keterampilan membaca pada siswa yang berkemampuan rendah. Reciprocal teaching adalah prosedur pengajaran atau pendekatan yang dirancang untuk mengajarkan kepada siswa tentang strategi-strategi kognitif serta untuk membantu siswa memahami bacaan dengan baik Dengan menggunakan pendekatan reciprocal teaching siswa diajarkan empat strategi pemahaman dan pengaturan diri spesifik, yaitu merangkum bacaan, mengajukan pertanyaan, memprediksi materi lanjutan, dan mengklarifikasi istilah-istilah yang sulit dipahami. Untuk mempelajari strategi-strategi tersebut guru dan siswa membaca bahan pelajaran yang ditugaskan di dalam kelompok kecil, guru memodelkan empat keterampilan tersebut di atas (Nur, 2004).
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan Reciprocal Teaching merupakan strategi dalam pembelajaran yang menekankan pada pemahaman mandiri siswa, sehingga dapat meningkatkan penguasaan konsep matematika.
3. Pembelajaran bilangan berpangkat dengan pendekatan Reciprocal Teaching
1. Pengertian bilangan berpangkat
Bilangan berpangkat 25 dibaca dua pangkat lima berarti 2 x 2 x 2 x 2 x 2. bilangan 2 dari 25 disebut bilangan pokok sedangkan 5 disebut pangkat.
Dalam mengajarkan pengertian bilangan berpangkat di atas, guru mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
Langkah 1
Guru memberikan contoh sebagai berikuit
1. 62 = 6 x 6
2. 34 = 3 x 3 x 3 x 3
3. a5 = a x a x a x a x a
Kesimpulan
an = a x a x a x ...x a ; dimana n bilangan bulat positif.
Langkah 2
Guru memberikan soal-soal latihan kepada siswa
1. 85 = …
2. 96 = …
3. 4m = …
2. Sifat-sifat bilangan berpangkat positif
Sifat-sifat bilangan berpangkat positif
1. Untuk mendapatkan sifat : am x an = am+n
Langkah 1
Guru memberikan contoh sebagai berikut :
82 x 82 = (8 x 8) x (8 x 8)
= 8 x 8 x 8 x 8
= 84 = 82+2
Langkah 2
Guru memberikan soal-soal (Kerjakan sesuai dengan contoh !)
1. 31 x 34 = …
2. 103 x 107 = …
3. am x an = …
Langkah 3
Guru dan siswa menyimpulkan jawaban terakhir bahwa : am x an = am+n
2. Untuk mendapatkan Sifat : (am)n = amxn
Langkah 1
Guru memberikan contoh
(45)2 = (4 x 4 x 4 x 4 x 4)2
= (4 x 4 x 4 x 4x 4) x (4 x 4 x 4 x 4 x 4)
= 4 x 4 x 4 x 4 x 4 x 4 x 4 x 4 x 4 x 4
= 510 = 55x2
Langkah 2
Guru memberikan soal-soal kegiatan (Buatlah seperti contoh !)
1. (23)3 = …
2. (p4)3 = …
3. (am)n = …
Langkah 3
Guru dan siswa menyimpulkan jawaban terakhir bahwa : (am)n = amxn
3. Untuk Mendapatkan sifat: an : am = am-n, a ¹ 0
Langkah 1
Guru memberikan contoh
76 : 74 =
=
= 77
= 72 = 76-4
Langkah 2
Guru memberikan soal-soal kegiatan (Buatlah seperti contoh !)
1. 22 : 24 = …
2. 106 : 101 = …
3. q4 : q2 = …
4. an : am = …
Langkah 3
Guru dan siswa menyimpulkan jawaban terakhir bahwa : an : am = am-n , a ¹ 0
Bilangan berpangkat negatif
Untuk menunjukkan bahwa : a-m =
Langkah 1
Guru memberikan contoh :
1. 5-3 = 50-3
= =
Langkah 2
Guru memberikan soal-soal kegiatan (Selesaikan sesuai dengan contoh !).
1. 10-1 = …
2. 8-4 = …
3. a-m = …
Langkah 3
Guru dan siswa menyimpulkan jawaban terakhir bahwa :
a-m = , atau am = , dengan a ¹ 0
3. Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Dwina Rani Amalia di SMP Negeri 12 Bandung menyimpulkan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan Reciprocal Teaching berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa SMP (http://digilib.upi.edu/).
Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Anwar di SMP Negeri 37 Bandung menyimpulkan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan reciprocal teaching melalui media komputer dapat meningkatkan kemampuan pemecahan matematik siswa, karena selain media yang digunakan menarik, dalam pembelajarannya pun, siswa dituntut untuk aktif berdiskusi, mengajukan pertanyaan-pertanyaan prediksi dari setiap materi yang didapatnya. Dengan demikian, pendekatan reciprocal teaching dapat dijadikan salah satu alternatif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan matematik siswa SMP (http://digilib.upi.edu/).
3. Kerangka Berpikir
Salah satu masalah dalam pembelajaran matematika di SMP Negeri 2 Moramo adalah rendahnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika yang dikemas dalam bentuk soal yang lebih menekankan pada pemahaman dan penguasaan konsep suatu pokok bahasan tertentu. Sebagaimana mengacu pada pedoman penilaian Puskur-PLP (2004), penilaian hasil belajar matematika siswa meliputi 3 aspek yaitu: pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, dan pemecahan masalah. Kemampuan siswa yang rendah dalam aspek penguasaan konsep merupakan hal penting yang harus ditindaklanjuti.
Kemampuan penguasaan konsep matematika dapat dilihat pada hasil belajar yang ditunjukkan siswa baik selama maupun setelah proses pembelajaran berlangsung. Kemudian meningkatkan kemampuan ini, maka lebih ditekankan pada perlakuan yang diberikan kepada siswa dengan menerapkan strategi pemahaman mandiri dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini, guru harus menggunakan pendekatan pembelajaran yang tepat yaitu pendekatan Reciprocal Teaching.
Pembelajaran matematika dengan pendekatan Reciprocal Teaching dilakukan dengan menerapkan empat strategi pemahaman mandiri, yaitu menyimpulkan bahan ajar, menyusun pertanyaan dan menyelesaikannya, menjelaskan kembali pengetahuan yang telah diperolehnya, kemudian memprediksikan pertanyaan selanjutnya dari persoalan yang disodorkan kepada siswa.
Pembelajaran dengan pendekatan Reciprocal Teaching dapat meningkatkan motivasi dan kemandirian siswa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan Pendekatan Reciprocal Teaching dapat meningkatkan penguasaan konsep Operasi Bilangan Berpangkat Siswa SMP Negeri Moramo.
3. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian pustaka, kerangka berpikir, dan adanya penelitian yang relevan di atas, maka hipotesis penelitian tindakan kelas ini adalah penguasaan konsep Operasi Bilangan Berpangkat siswa kelas IX SMP Negeri 2 Moramo dapat ditingkatkan melalui pendekatan Reciprocal Teaching.
3. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian tindakan kelas (PTK). Ciri utama dari penelitian tindakan kelas yakni adanya tindakan-tindakan tertentu untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses pembelajaran di kelas.
2. Setting Penelitian
Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan pada semester genap tahun akademik 2007/2008 di kelas IX-A SMP Negeri 2 Moramo Kabupaten Konawe Selatan.
3. Faktor yang Diselidiki
Faktor-faktor yang diselidiki dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Faktor siswa yaitu dengan melihat apakah dengan pendekatan Reciprocal Teaching dapat meningkatkan pemahaman belajar siswa berupa penguasaan konsep Operasi Bilangan Berpangkat.
2. Faktor guru yaitu dengan melihat persiapan dan pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan Reciprocal Teaching yang dilakukan guru dalam kelas.
3. Faktor sumber pelajaran yaitu dengan melihat apakah sumber pembelajaran dapat mendukung pelaksanaan pendekatan Reciprocal Teaching dalam pembelajaran yang berlangsung.
4. Prosedur Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini direncanakan terdiri dari 2 (dua) siklus. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai. Sebelum dilaksanakan tindakan, terlebih dahulu diberikan tes awal dengan maksud untuk mengetahui kemampuan awal siswa.
Setiap siklus dalam penelitian ini meliputi prosedur berikut: (1) perencanaan; (2) pelaksanaan tindakan; (3) observasi dan evaluasi; (4) refleksi (Anonim, 1999).
Secara rinci prosedur penelitian tindakan kelas ini dijabarkan sebagai berikut:
1. Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini meliputi:
1. Membuat skenario pembelajaran.
2. Membuat lembar observasi.
3. Membuat alat bantu pembelajaran yang diperlukan dalam rangka membantu siswa memahami konsep-konsep matematika dengan baik.
4. Mendesain alat evaluasi, untuk melihat apakah materi matematika telah dikuasai siswa.
5. Membuat jurnal, untuk mengetahui refleksi diri.
2. Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran yaitu 3 (tiga) kali pertemuan untuk setiap siklus.
Adapun langkah-langkah pelaksanaan tindakan sebagai acuan penyusunan skenario pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan Pendahuluan
· Menyampaikan tujuan dan materi pembelajaran
· Memotivasi siswa
· Memberikan apersepsi
2. Kegiatan Inti
· Guru menjelaskan konsep matematika yang sesuai dengan topik yang diajarkan yakni pangkat tak sebenarnya khususnya bilangan berpangkat.
· Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menyimpulkan materi yang telah diajarkan.
· Guru memberikan beberapa soal latihan untuk dikerjakan siswa.
· Guru memberi tugas kepada siswa untuk menyusun soal latihan sesuai materi yang diajarkan dan menyelesaikannya.
· Guru membimbing siswa yang mengalami kesulitan dalam membuat dan menyelesaikan soal latihan.
· Beberapa siswa diberi kesempatan untuk mempresentasikan hasil kerjanya dan siswa lain menanggapinya.
· Guru memandu diskusi siswa.
· Guru menyuruh beberapa siswa untuk mengulangi atau menjelaskan kembali titik tekan materi yang telah diberikan sebagai pengetahuan yang telah diperolehnya.
· Guru meminta siswa memprediksi soal yang lebih sulit dari soal yang telah diberikan sebelumnya dan beberapa diantara siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan soal yang telah dibuatnya sedangkan siswa lain memberikan tanggapan.
3. Kegiatan Penutup
· Guru bersama siswa merangkum hasil pembahasan
· Guru bersama siswa melakukan refleksi
· Guru memberi evaluasi seperti PR atau tugas lain untuk dikerjakan di rumah.
3. Observasi dan Evaluasi
Kegiatan pada tahap ini adalah melakukan pengamatan pada saat pelaksanaan tindakan, yaitu melihat apakah pelaksanaan tindakan sudah sesuai skenario pembelajaran yang telah dibuat. Setelah itu dilakukan evaluasi, yaitu untuk melihat keberhasilan pelaksanaan tindakan.
4. Refleksi
Pada tahap ini hasil yang diperoleh setelah pelaksanaan tindakan, observasi dan evaluasi, didiskusikan, dianalisis dan dilihat kelemahan-kelemahan yang ada pada siklus sebelumnya dan akan diperbaiki pada siklus berikutnya.
5. Data dan Teknik Pengumpulan Data
1. Sumber data yaitu personil penelitian yang terdiri dari siswa dan guru.
2. Jenis data yaitu data kuantitatif dan kualitatif yang diperoleh melalui lembar observasi, tes hasil belajar dan jurnal.
3. Cara pengumpulan data
1. Data tentang kondisi pelaksanaan pembelajaran bilangan berpangkat dengan pendekatan Reciprocal Teaching diambil dengan menggunakan lembar observasi meliputi observasi terhadap guru dan siswa.
2. Data tentang prestasi belajar diambil dengan menggunakan tes meliputi tes awal, tes siklus I dan tes siklus II.
3. Data tentang refleksi diri diambil dengan menggunakan jurnal.
6. Indikator Kinerja
Sebagai Indikator keberhasilan penelitian ini adalah jika materi pelajaran telah dipahami secara klasikal dan minimal 85% proses pelaksanaan tindakan telah sesuai dengan skenario pembelajaran. Seorang siswa dikatakan telah mencapai ketuntasan belajar secara perorangan apabila siswa tersebut telah memperoleh nilai minimal 6,5 (Usman, 2001:4).
7. Alur PTK Pada Setiap Siklus Kegiatan Penelitian
Gambar 1. Alur PTK
(Tim Proyek PGSM, 1999:27)
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
. 1999. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Proyek PGSM-Depdiknas.
. Pengaruh Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Model Reciprocal Teaching Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa SMP (Studi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 12 Bandung. (http://digilib.upi.edu/Diakses Oktober 2007).
Anwar. 2006. Penerapan Pendekatan Reciprocal Teaching Dalam Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Media Komputer Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP (Penelitian Tindakan Kelas Terhadap Siswa Kelas VIIIA di SMP Negeri 37 Bandung. (http://digilib.upi.edu/Diakses tanggal 26 Nopember 2007).
Degeng, I N.S. 2001. Landasan dan Wawasan Kependidikan. Malang: Lembaga Pengembangan dan Pendidikan (LP3) Universitas Negeri Malang.
Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.
Hamzah. 2000. Pembelajaran Matematika I. Jakarta: Bumi Aksara.
Hudoyo, H. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mursell, J, Dkk. 1995. Mengajar Dengan Sukses. Jakarta: Bumi Aksara.
Nur. Mohamad. 2004. Strategi-strategi Belajar. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah Universitas Negeri Surabaya.
Palincsar A.S. dan Brown A. 1984. ”Reciprocal teaching of Comprehension Fostering and Comprehension mentoring Activities”. Cognition and Instruction. Vol 1 No. 2 pp.117-175.
.1986. Reciprocal Teaching. (http://www.ncrel.org/Diakses tanggal 29 Nopember 2007)
Roestiyah, N.K..1989. Didaktik Metodik. Bandung: Jemaars.
Rooijakkers, A.D.. 1991. Mengajar Dengan Sukses. Jakarta: Grasindo.
Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
. 1988. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Bina Aksara.
Slavin. 1997. Educational Psychology, Theory into Practice. 5th edition. Massachussetts:Allyn and Bacon Publisher.
Sudjana, Nana. 2000. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algosindo.
Suparno, P. 2002. Reformasi Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Suyanto dan Djihad H. 2000. Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Tampomas, Husein. 2005. Matematika Plus 3A (untuk kelas 3 semester I). Jakarta: Yudistira.
Tim Pelatih Proyek PGSM. 1999. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Balai Pelatihan Dosen LPTK dan Guru Sekolah menengah. Jakarta: Depdikbud Dikti PGSM.
Tim PPPG Matematika. 2005. Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: PPG Matematika.
Usman, Moh. Uzer. 2000. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tambahkan Komentar